Friday, February 24, 2012

Benarkah Gaya Hidup Sehat Milik Orang-orang Pinggiran di Desa?

Beberapa hari ini alam fikir saya diganggu oleh pertanyaan yang ada di otak saya sendiri, benarkah gaya hidup sehat dan umur panjang itu kebanyakan justru dimiliki oleh mereka yang hidup pas-pasan di desa. Benarkah demikian.  Jawabannya bisa iya, bisa tidak, karena banyak hal yang dapat mempengaruhi seseorang itu bisa hidup sehat dan berumur panjang hingga di atas 80 tahun.
Namun, bagi anda yang pernah tinggal di desa atau sampai sekarang memang masih tinggal di desa mungkin dapat melihat bukti hidup di mana masih banyak orang-orang tua yang berasal dari keluarga yang kurang mampu tetapi kondisinya masih segar bugar. Dan saya punya catatan orang-orang tua di sekitar saya yang berumur di atas 75 tahun yang hidup hingga sekarang atau yang sudah meninggal tapi meninggalnya rata-rata di atas umur 85 tahun.
Pertama, Mbah So, orang nya sudah meninggal tapi meninggalnya pada usia 95 tahunan. Mbah So berasal dari desa tetangga tidak jauh dari desa di mana saya tinggal waktu kecil hingga dewasa. Pekerjaaan utama Mbah So adalah Tukang Becak, tapi ada juga pekerjaan serabutan lain yang dia lakukan seperti menjadi buruh bangunan ketika ada orang membangun atau merenofasi rumah, dan ketika musim tanam tiba, mbah So juga beralih profesi menjadi buruh tani. Tapi, tetap saja becaknya selalu “stand by” di depan musholla kecil di belakang rumah orang tua saya untuk berjaga bila ada orang membutuhkan jasanya. Saya masih ingat betul, mbah So membecak sejak kira-kira saya masih SD kelas 6 hingga saya lulus S2.
Kedua, Mbok Tin, adalah perempuan pekerja rumah tangga di rumah orang tua saya di desa. Mbok Tin berasal dari desa yang sama dengan Mbah So. Mbok Tin biasanya datang ke rumah orang tua saya pada jam 6.00 pagi. Mbok Tin memulai pekerjaan di pagi hari dengan memasak untuk sarapan, kemudian bersih-bersih rumah seperti menyapu, mencuci piring dan pakaian, mengepel. Setelah memasak untuk makan siang, kemudian pada jam 11.30 Mbok Tin pulang ke rumahnya untuk tidur siang dan kembali ke rumah orang tua saya pada jam 13.30 untuk menyetrika pakaian dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya hingga jam 15.30 sore. Begitulah, setiap hari Mbok Tin giat, sigap dan selalu semangat dalam melakukan pekerjaan rumah tangga yang ia geluti. Setahu saya, Mbok Tin bekerja di rumah orangtuaku sejak aku kelas 6 SD dan hingga sekarang Mbok Tin dibantu salahsatu anaknya masih bekerja di usianya yang sudah 80 tahun, namun tempat bekerjanya pindah ke rumah paman ku karena ke dua orang tuaku telah meninggal.
Ketiga, Mbah Nurrohman, kakek saya dari bapak, sekarang umurnya sudah lebih dari 100 tahun. Mbah Nurrohman baru berhenti pergi ke sawah setelah umurnya menginjak 102 karena dilarang oleh dokter setelah mengalami stroke ringan beberapa bulan yang lalu. Sebelum itu, hingga umurnya yang ke 101 tahun, Mbah Nurrohman membersihkan kandang ternak di belakang rumahynya setiap pukul 7 pagi, kemudian setelah itu baru berangkat ke sawah dengan berjalan kaki sejauh 1km. Setelah hampir seharian berada di sawah, pada jam 11.an pulang untuk istirahat, sholat dan makan siang. Setelah sholat ashar, Mbah Nurrohman kembali ke sawah sekaligus untuk mencari rumput pakan ternak hingga sore dan kemudian pulang pada jam 17.00.
Sebenarnya, orag-orang dekat Mbah So, Mbok Tin, dan Mbah Nurrohman sudah beberapa kali meminta agar mereka bertiga istirahat dan tidak melakukan pekerjaan berat, tapi jawaban yang sama kemudian muncul dari ketiganya. Badan mereka, katanya, justru menjadi sakit dan pegal-pegal ketika mereka tidak melakukan apa-apa. Melakukan pekerjaan fisik setiap hari bukan berarti mereka tidak pernah sakit, tapi sakit mereka biasanya tidak aneh-aneh dan tidak membutuhkan biaya mahal untuk mengobatinya. Biasanya, Mbah So, Mbok Tin, dan Mbah Nurrohman hanya menderita pegal linu, batuk, atau flu dan badan panas. Cara pengobatannya kalau tidak di kerok, pergi ke dukun pijat, dan paling serius mereka pergi ke mantri kesehatan atau puskesmas di kecamatan, setelah itu biasanya mereka pergi beraktifitas kembali dengan segar bugar.
Selain kegiatan fisikalnya yang teratur, dalam hal makanan mereka tidak punya pantangan hingga tua, bahkan Mbah So merokok hingga akhir hayatnya di umur 95 tahun. Begitupula Mbah Nurrohman, sebelum terkena stroke pada umurnya yang 101, ia masih merokok. Namun yang perlu dicatat dari soal makanan yang mereka konsumsi setiap hari adalah mereka jarang mengkonsumsi makanan yang berlemak dan hampir bisa dipastikan mereka tidak pernah mengkonsumsi “fastfood” dan jarang sekali makan di warung. Sederhana sekali sebenarnya alasannya kenapa mereka jarang makan di warung, karena di desanya memang jarang warung apalagi warung tenda di pinggir jalan, selain itu tentunya mereka lebih suka tahu dan tempe disbanding daging sapi dan ayam.
Hal lainnya, alam fikiran Mbah So, Mbok Tin, dan Mbah Nurrohman tidaklah serumit orang-orang yang sibuk di kota-kota besar. Sebagai rakyat biasa yang masuk kelas sosial pinggiran, alam fikiran mereka sangat sederhana, bekerja agar bisa makan, titik. Gaya hidup mereka sangat jauh dari stress, mereka tidak memikirkan hasil kerjanya nanti akan disetujui atau ditolak atasan, mereka juga tidak pernah memikirkan intrik politik agar bisa meraih kedudukan dan prestise yang tinggi juga membanggakan, tidak pernah tercebak macet, duduk dikursi empuk terlalu lama, dan hampir tidak pernah menghirup udara kotor dan terpolusi seperti uadara Jakarta.
Begitulah, lantas pertanyaannya, apakah gaya hidup sehat dan panjang umur hanya milik orang-orang pinggiran di desa seperti mereka? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Namun, yang terpenting marilah kita tiru hal-hal positif dari Mbah So, Mbok Tin dan Mbah Nurrohman yang sangat bersemangat dalam melakukan kegiatan-kegiatan fisik, lebih suka makan di rumah, dan fikiran yang tidak terbebani oleh intrik-intrik dan tekanan dalam pekerjaan. Good Luck!

No comments:

Post a Comment